Salah satu Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) Serikat Petani Pasundan akhirnya mendapat pengakuan hak atas tanah oleh Negara.
Ciamis (kpa.or.id) – Salah satu Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) Serikat Petani Pasundan akhirnya mendapat pengakuan hak atas tanah oleh Negara. Hal ini ditandai dengan penyerahan sertifikat redistribusi tanah yang dilakukan Kementrian ATR/BPN, Kamis, (12/10).
LPRA tersebut adalah Desa Muktisari yang berada di Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Ini adalah salah satu kemenangan lainnya dari SPP yang selama ini bersama KPA dan gerakan reforma agraria secara konsisten mendesak Negara melaksakan reforma agraria.
Kemenangan ini patut disyukuri, karna keberhasilan ini diraih di tengah ancaman liberalisasi agraria dan berbagai penyimpangan pelaksanaan reforma agraria di lapangan. Tentunya keberhasilan tidak datang secara cuma-cuma. Perjalanan panjang perjuangan para petani Muktisari selama 24 tahun menjadi saksi. Keberadaan serikat tani yang kuat dan terorganir adalah kunci keberhasilan perjuangan panjang tersebut.
Desa Muktisari merupakan salah satu organisasi tani lokal (OTL) SPP Kabupaten Ciamis. Wilayah ini dulunya merupakan eks HGU PT. Maloya yang sudah digarap, diolah dan diperjuangkan para petani sejak 2001.
Sekjen SPP, Agustiana dalam pidatonya berharap Kementrian ATR/BPN sebagai representatif Negara dalam menjalankan mandat konsitusi di bidang agraria mampu menjalankan tugasnya dengan baik, termasuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan pahlawan bangsa ini.
“Tanah dan kekayaan agraria sebagai karunia Tuhan adalah bekal kehidupan rakyat, jadi tidak ada alasan bagi Negara untuk menghalangi rakyat memiliki tanah tersebut,” tegas Agustiana.
“SPP adalah organisasi pelopor, jadi kami ingin menyampaikan, kalau mau bagi-bagi sertifikat itu memang betul, memang Kakanwil itu hobi bagi-bagi sertifikat, tapi bagi kami itu tidak top. Sengketa ini sudah sejak 2021 di tangan BPN pusat. Cuman dalam satu bulan bapak menteri bekerja, kasus sengketa ini selesai. Karna apa? Karna kami melihat ada niat yang baik dari Kementerian dan mau bekerjasama dengan organiasi tani”, pungkasnya.
Sementara Sekjen KPA, Dewi Kartika menjelaskan, Desa Muktisari atau LPRA Muktisari ini adalah salah satu dari apa yang di perjuangkan SPP selama ini secara kolektif di tingkat nasional”.
“Di Jawa Barat sendiri, kurang lebih ada 19 ribu hektare, mayoritas berhadap-hadapan dengan perhutani, PTPN dan perkebunan swasta, yang hari ini kita sama-sama saksikan, Ex HGU PT. Maloya. Jadi memang problem agraria itu membutuhkan gotong royong lintas kementerian, lintas sektor atau seluruh unsur”, jelas Dewi.
“LPRA ini menjadi model penyelesaian konflik agraria di Indonesia karna ada kemauan politik dari Kementerian ATR/BPN, Pemda dan DPRD untuk bersama mempercepat proses penyelesaiannya”, kata Dewi.
Dari sisi penataan kuasanya, para petani juga menjalankan prinsip keadilan gender dimana masing-masing rumah tangga petani memiliki dua sertifikat hak milik. Satunya untuk laki-laki (suami) dan satunya lagi atas nama perempuan (istri).
Dari sisi alokasi dan perencanaan penggunaan tanah, para petani juga menalokasikan tanah garapan tersebut untuk kepentingan fasilitas sosial dan umum seperti koperasi petani, pusat pramuka, lembaga pendidikan untuk difabel, akademi reforma agraria dan area konservasi bagi wilayah desa.
Inilah yang disebut sebagai reforma agraria komprehensif, dimana tidak hanya soal pemukiman dan pertanian. Tapi juga bagaimana perencanaan penggunaan tanah ke depan yang itu disepakati secara bersama-sama di tingkat petani.
Sebab, perjuangan reforma agraria tidak cukup hanya untuk memperoleh tanah. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengelola lahan, membangun ekonomi anggota serta memperkuat organisasi. Sebab perjuangan kaum tani di negara ini masihlah panjang.
Penyerahan sertifikat redistribusi eks HGU PT. Maloya ini diberikan langsung oleh Menteri ATR/BPN didampingi Bupati Ciamis kepada para petani dengan total 405 sertifikat.
Kurang lebih 2000 petani anggota SPP dari empat kabupaten, termasuk anggota dan jaringan serikat tani, nelayan dan buruh KPA di Jawa Barat dan Nasional.
Pada kegiatan ini, SPP juga menyuguhkan pameran hasil pertanian hingga tari-tarian tradisional Jawa Barat, Pasundan, memeriahkan acara Syukuran dan Penyerahan Sertifikat Redistribusi Tanah Rakyat atas pelaksanaan Reforma Agraria tersebut. Pekik “hidup rakyat”, “hidup petani”, pun kerap terdengar sepanjang acara berlangsung.
Berkat perjuangan yang kukuh dan terorganisir sejak 1999, sekarang lahan seluas 113 Ha tersebut telah dimiliki 100 rumah tangga petani hasil dari perjuangan melalui LPRA.